Restorasi kereta pos pada awal abad ke-20 yang melewati jalur
Cirebon-Bandung- Bogor – Batavia konon menghidangkan susu sapi segar
kepada para penumpangnya. Lumayan sebagai pelepas dahaga dan obat lapar
di perjalanan. Bahkan jauh sebelumnya , berdasarkan catatan Heer Medici
pada 1786 yang melancong ke ‘Negorij Bandoeng’ dengan rombongan berkuda
dari Batavia, sudah mencicipi segarnya susu Bandung tatkala rombongan
sampai di Cianjur.
Menurut catatan sejarah, pada tahun 1938 di wilayah Bandung terdapat
22 usaha pemerahan susu dengan produksi 13.000 liter susu per hari.
Hasil produksi susu ini semua ditampung oleh “Bandoengsche Melk
Centrale” untuk diolah (pasturisasi) sebelum disalurkan kepada para
langganan di dalam maupun luar kota Bandung.
Direktur B.M.C dengan nada sedikit sombong menulis: ‘Vergeet U niet,
dat er in geheel Nederlandsch Oost-Indiƫ slechts een Melk centrale is,
en dat is de Bandoengsche Melkcentrale’ (Anda jangan lupa, bahwa di
seantero Nusantara ini cuma ada satu Pusat Pengolahan Susu dan itu
adalah Bandoengsche Melk Centrale)
Dari sejarah persusuan di Indonesia, di wilayah Bandung ada 3
perusahaan pemerahan susu (Boerderij) yang terkemuka. Mereka inilah yang
merupakan cikal bakal usaha peternakan sapi perah dari jenis unggul
yang didatangkan dari Friesland, salah satu propinsi di Belanda.
Model peternakan sapi perah yang terkenal adalah perusahaan ‘Generaal
de Wet Hoeve’ milik Tuan Hirschland dan Van Zijll di Cisarua, kabupaten
Bandung. Mereka inilah yang pertama kali mendatangkan sapi perah
Friesland ke Nusantara pada awal abad ke-20.
Kemudian tercatat pula Lembangsche Melkerij ‘Ursone’, sebuah
perusahaan pemerahan susu di Lembang yang didirikan oleh tiga diantara
empat bersaudara Ursone pada tahun 1895. Keluarga Ursone yang
berkebangsaan Italia ini terkenal sebagai pemain musik gesek ulung di
kota Bandung. Usaha keluarga Ursone diawali dengan 30 ekor sapi dengan
hasil hanya 100 botol per hari. Kemudian pada tahun 1940 telah
berkembang menjadi 250 ekor sapi dengan produksi ribuan liter susu
perhari.
Selain kedua perusahaan ini, di Pangalengan, sekitar danau Cileunca,
ratusan ekor sapi perah diternakkan orang Eropa di sana. Begitu
banyaknya sapi perah bibit luar negeri di lembah danau Cileunca, hingga
majalah Mooi Bandoeng sering menyebut wilayah di Pangalengan sebagai
‘Friesland in IndiĆ« (Friesland di Hindia)’.
Selain minuman dengan bahan baku susu seperti es krim, susu coklat
(chocomelk), B.M.C mengolah susu menjadi mentega, keju dan cream untuk
kosmetika. Hampir seluruh produksi susu di Jawa Barat tertampung oleh
B.M.C pada jaman sebelum perang.
Jika demikian hebatnya sejarah susu di Indonesia lalu mengapa di
Indonesia yang lebih populer adalah susu bubuk dibandingkan susu segar?
Hal ini pun ada alasannya.
Sekitar tahun 1920, Pemerintah Hindia Belanda menetapkan aturan
mengenai produksi susu yang disebut Melk-Codex. Salah satu aturan
persusuan ini adalah mengenai kondisi mikroba atau bakteri psychotropic
pada susu segar di bawah satu juta mikroba untuk setiap satu sentimeter
kubik susu segar. Standar ini dibuat untuk memenuhi kualitas susu segar
yang siap minum tanpa melalu proses pengolahan lebih lanjut.
Dapatlah dibayangkan betapa Pemerintah Hindia Belanda pada masa itu
telah menyosialisasikan kualitas susu segar untuk siap minum tanpa
proses lebih lanjut. Namun, kebanyakan kualitas susu segar kita di atas
satu juta mikroba sehingga kita terpaksa harus melupakan kebiasaan minum
susu segar dan susu tersebut harus diolah dalam bentuk bubuk dan
diminum dalam keadaan hangat.
Menariknya lagi tradisi minum susu segar pada masa Hindia Belanda
ternyata juga tak tersosialisasi dengan baik meski sudah ada Melk-Codex.
Masyarakat kita pada masa itu masih menganggap susu adalah minuman yang
hanya dikonsumsi oleh orang kulit putih (baca: Belanda) serta golongan
tertentu yang berkuasa. Sehingga muncul anekdot jika mau berkuasa, maka
minumlah susu.
Lucunya lagi ada yang berpendapat sinis, tak perlulah bangsa kita
punya tradisi minum susu (segar) nanti kelewat pintar. Alasannya, dahulu
kala nenek moyang kita sangat getol puasa mutih atau hanya minum air
segar (putih), nasi serta umbi-umbian saja mampu menjadi orang “pintar”
dan ditakuti. Apalagi jika minum susu (putih), bisa-bisa kita menjadi
“super pintar”.
Ketika Pemerintah Hindia Belanda sedang gencar-gencarnya
mempromosikan pariwisata di Hindia, peternakan sapi menjadi salah satu
daya tarik fasilitas yang ditawarkan. Promosi tersebut dimuat Gids voor
Indie: Handleiding en Hotel Pension-, Toko en Dienstengids voor New
Comers en Touristen in Ned-Indie. Misalnya iklan peternakan sapi di
beberapa kota besar seperti Batavia, Bandung dan Semarang. Salah satunya
iklan Melkerij “Petamboeran” yang merupakan peternakan tertua dan
terbesar di Petamboeran, Paalmerah (Jakarta). Iklan tersebut
memperlihatkan bahwa para turis (kulit putih) tak perlu khawatir jika di
Hindia juga tersedia minuman susu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar